Kamis, 24 Maret 2011

Pendidikan Anak Orang Miskin

farzan bukuPendidikan untuk Anak Orang Miskin. Seri tulisan pendidikan Islam untuk anak muslim
Oleh A. Fatih Syuhud
Ditulis untuk Buletin Siswa
Madrasah Tsanawiyah (MTs) dan Madrasah Aliyah (MA) Al-Khoirot
Kemiskinan adalah pilihan yang sangat tidak menyenangkan. Tidak ada satupun orang yang rela untuk hidup miskin. Semua ingin hidup kaya agar dapat terpenuhi segala kebutuhan hidupnya secara layak terutama kebutuhan dasar. Akan tetapi tidak semua realitas sesuai dengan harapan. Kenyataannya, menurut survei yang diadakan BPS (Biro Pusat Statistik) pada Maret 2009, jumlah orang miskin di Indonesia sebanyak 32,53 juta jiwa atau 14,15 persen dari total jumlah penduduk Indonesia.

Salah satu masalah mendasar bagi anak yang berasal dari keluarga miskin adalah akses pendidikan. Seperti diketahui, saat ini hampir tidak ada pendidikan yang gratis. Program pemerintah wajib belajar 9 tahun dan adanya BOS (Bantuan Operasional Sekolah) masih belum mampu membuat sekolah gratis total bagi anak didik. Seandainya pun gratis total, memiliki ijazah SMP atau MTs masih jauh dari cukup untuk dijadikan bekal merubah nasib. Padahal, pendidikan sekolah formal merupakan jalan utama menuju perbaikan.
Di tengah suasana yang serba kekurangan dalam segi materi, orang tua hendaknya tetap menjaga sikap optimisme dan menanamkan sikap itu pada anak sejak dini. Optimis dan berani untuk bermimpi besar bahwa kemiskinan, keterbelakangan pendidikan orang tua dan ketidakenakan hidup dapat dirubah apabila terus berusaha. Intinya, walaupun miskin harta tapi tetap harus kaya hati. Yang tak kalah penting adalah meyakinkan anak bahwa perubahan nasib itu harus dimulai dari pendidikan, baik pendidikan formal maupun nonformal. Sebagaimana pentingnya pendidikan agama untuk merubah perilaku.
Kegagalan banyak keluarga miskin dalam mendidik anak umumnya disebabkan  oleh sikap pesimis orang tua dalam menghadapi hidup. Banyak orang tua miskin menganggap bahwa anak orang miskin akan tetap miskin. Dan bahwa anak yang berasal dari keluarga petani atau buruh akan tetap jadi petani atau buruh, tidak akan jadi pejabat atau ulama, walaupun sudah sekolah sampai tingkat perguruan tinggi. Tentu saja pemikiran semacam ini salah besar. Dan buruknya lagi, pola pikir fatalistik ini umumnya akan menular pada anak atau setidaknya akan mengurangi semangat anak untuk menjadi lebih baik dari orang tuanya dalam berbagai bidang kehidupan. Oleh karena itu, orang tua miskin yang menginginkan anaknya sukses dan bisa lebih baik dari dirinya setidaknya melakukan hal-hal berikut:
Pertama, usahakan menyekolahkan anak setinggi mungkin. Minimal sampai tingkat sarjana S1. Setidaknya, itulah cita-cita orang tua sejak anak baru lahir. Apabila tidak mampu membiayai, carilah lembaga atau yayasan pendidikan yang bersedia memberikan beasiswa bagi anak tidak mampu. Kalau usaha itu gagal, minimal anak itu tahu apa keinginan orang tuanya dan berusaha memenuhinya dengan segala cara.
Kedua, saat menempuh SLTP SLTA idealnya anak ditempatkan di pesantren. Hal ini untuk sejumlah tujuan positif termasuk penanaman perilaku religius, penguasaan ilmu agama dan lingkungan pergaulan yang sehat. Pilih pesantren yang biayanya murah.
Ketiga, konsultasi secara gratis pada orang yang dianggap pintar tentang cara mendidik anak yang baik sejak dini, yakni sejak baru lahir, supaya patuh pada keinginan orang tua. Karena, terlambat atau salah dalam mendidik anak sejak dini dapat menjadi penyebab ketidakpatuhan anak pada cita-cita luhur orang tua.
Keempat, yakinkan dan ulangi berkali-kali setiap ada kesempatan bahwa anak harus menjadi orang yang hebat, yang jauh lebih baik dari orang tua di segala bidang termasuk dalam keilmuan agama, pendidikan formal dan kepemilikan materi. Bahwa anak dapat menjadi seperti siapa saja yang dia inginkan, termasuk jadi presiden, pejabat, guru, dokter, kyai, asal dia betul-betul berusaha untuk mencapainya (QS Ar Ra’d 13: 11)
Kelima, berdoalah khusus untuk anak di setiap selesai salat fardhu. Dan kalau mungkin, setelah salat tahajud.  Usaha dan doa yang maksimal adalah dua hal yang tak terpisahkan bagi seorang muslim dalam berupaya menempuh suatu cita-cita luhur.[]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar